Penghujung September mengurai banyak air mata. Tidak hanya untukku, tapi juga adik-adikku. Alita Zatidewi dan Andhika Lanang Lazuardi. Kepergian kedua orangtua kami ke tanah suci pagi itu, Minggu 30 September 2012 menyisakan kekosongan yang dalam bagi kami bertiga.
Aku..sebagai kakak tertua, ditinggalkan beban tanggung jawab yang luar biasa besar. Menjadi pengganti ayah dan ibu bagi kedua adikku.
Ita, sapaanku buat adik perempuanku. Dia pribadi yang kuat, bahkan lebih bijaksana dariku, pada kenyataanya tak mampu menahan buncahan perasaan kehilangannya. Air matanya berurai dalam pelukanku. Aku yang sedari tadi menahan air mata demi kedua adikku pun akhirnya tak mampu menahan lagi, kami terisak bersama.
Dhika yag kini tinggal bersamaku di Jogja, si bungsu berusia 8 tahun ini mungkin jauh lebih merasa kehilangan dalam hatinya. Tapi tak pernah ia tunjukkan.
Tapi aku tau dia sangat merasa kesepian, saat dia tiba-tiba termenung membelakangiku, ketika ia sulit memejamkan mata pada saat tidur, saat dia sekuat tenaga berusaha memejamkan matanya, mbak memperhatikanmu dek. Aku mengawasi setiap gerakmu, aku berjaga dengan was-was.. adakah air mata disudut matamu, karna aku tau..kau tak pernah menunjukkan tangismu, kau hanya akan terisak dalam tidurmu, dan itu membuatku kian sedih sayang. Aku lebih menyukai kau menjertit menangis meluapkan perasaanmu, ketimbang kau pendam dalam isakmu.
Saat sudah kupastikan dia tertidur lelap, maka giliranku memastikan Ita di ibu kota sana dalam keadaan baik pula. Yahh... kami terpisah di dua kota. Ita dengan pekerjaannya yang membuat dia tertekan tapi harus tetap dia jalani. Pagi ini ia mengeluarkan perasaan hatinya, bagaimana ia tak kuat menjalani pekerjaanya. Dalam pesan singkatnya dia mengatakan, "tiap malem aku nangis ga kuat kerja disini tiap hari pulang malem,dimarahin bos,,kerjanya berat&banyak. Kangen rumah,,kangen ibu&ayah,,dika,,kangen kumpul2. Tapi aku ga tega sama ibu ayah kalo harus bayarin pinalti aku dan aku jadi beban ibu sama ayah lagi..Makanya aku bingung n sedih banget".
Selesai aku membaca pesanya, aku harus sekuat hati menahan tangis, betapa dia pun menanggung beban dlam hatinya. Aku menenangkannya sebisaku, membuatnya merasa bahwa ia tak sendiri.
Andai aku bisa membelah diri, ingin kurengkuh keduanya. Andai waktu dalam sehari lebih dari 24 jam, ingin aku lebih banyak meluangkan waktu dengan mereka.
Kini, sampai saat ayah ibu kembali, hanya mereka berdua yang kumiliki.
Ya Allah lindungi ayah&ibu, dan kuatkan hati adik-adikku.